Senin, 19 Juni 2017

Amm dan Khass



Kelompok                   : 11
Nama Anggota            : 1. Meriska Ayu Gintia                                  (17402163415)
                                      2. Tri Nurlaili Hidayah                                  (17402163441)
                                      3. Nandana Estungkoro Santoso                  (17402163418)
Kelas                           : 2J
Jurusan                        : Ekonomi Syariah
Dosen Pengampu        : Ahmad Yuzki Faridian Nawafi’, S.Hum. M.Pd.
Judul                           : ‘Aam dan Khas

PENDAHULUAN
Latar Belakang dari penulisan makalah ini adalah bahwa dalam setiap kata yang digunakan dalam teks hukum mengandung suatu pengertian yang mudah dipahami oleh yang menggunakannya. Ada pula lafadz yang mengandung beberapa pengertian yang merupakan bagian-bagian dari lafadz itu. Apabila hukum berlaku untuk lafadz itu, maka hukum tersebut berlaku untuk semua pengertian yang terkandung di dalamnya. Ada juga suatu lafadz yang mengandung suatu pengertian tertentu, sehingga hukum itu hanya berlaku untuk itu saja. Lafadz yang mengandung beberapa pengertian itu secara sederhana disebut ‘Amm (umum), sedangkan yang hanya mengandung satu pengertian tertentu disebut khas (khusus).
Adapun rumusan masalahnya adalah: (1) Apa pengertian dari ‘Aam? (2) Apa saja bentuk-bentuk lafadz ‘Aam? (3) Apa saja pembagian lafadz ‘Aam? (4) Apa pengertian dari Khas? (5) Apa saja bentuk-bentuk lafadz Khas?
Sedangkan tujuannya adalah: (1) Mengetahui pengertian dari ‘Aam (2) Mengetahui bentuk-bentuk lafadz ‘Aam (3) Mengetahui pembagian lafadz ‘Aam (4) Mengetahui pengertian dari Khas (5) Mengetahui bentuk-bentuk lafadz Khas




PEMBAHASAN

1.    ‘Aam
Amm ialah suatu lafadz yang dipergunakan untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu dengan mengucapkan sekali ucapan saja. Seperti kita katakan “arrijal”, maka lafadz ini meliputi semua laki-laki.[1]
Setiap lafadz (kata) mengandung dua lingkup pembahasan, yaitu (1) lafadz itu sendiri, yang tersusun dari huruf-huruf, dan (2) makna atau arti yang terkandung dalam lafadz itu.[2] Jumhur ulama berpendapat bahwa ‘am itu pada hakikatnya berada dalam lingkup lafadz, karena ia menunjukkan pengertian-pengertian yang terkandung didalamnya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa lafadz ‘am dapat juga digunakan untuk makna, namun penggunaan untuk makna itu hanya secara majazi, bukan dalam penggunaan yang sebenarnya, sebab kalau ia hakikatnya untuk makna, tentu akan berlaku untuk setiap makna.
Qadhi Abdul Wahhab berpendapat bahwa tidak ada yang dapat dikaitkan kepada ‘am kecuali lafadz. As-sharkisi (dalam kalangan ulama hanafi) berpendapat bahwa ‘am tidak dapat digunakan pada makna kecuali bila penggunaannya hanya untuk secara majazi, karenanya perlu penjelasan untuk itu. Segolongan ulama Irak berpendapat bahwa ‘am itu dapat digunakan untuk perbuatan dan hukum, dalam arti menanggungkan ucapan pada umum khitab meskipun ada sasarannya. Dapat dimengerti keumuman itu menjadi sifat yang pengertiannya mencakup segala yang dapat dimasukkan ke dalam konotasi lafaldz.[3]
2.    Bentuk-bentuk Lafadz ‘Aam
Lafadz ‘am mempunyai bentuk (sighah) tertentu, diantaranya:
a.    Lafadz كل  (setiap) dan جامع (seluruhnya).
Misalnya firman Allah:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan mati”. (Ali ‘Imran, 185)
Dan sabda Rasulullah SAW:
كُلُّ رَاعٍ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَتِهِ
“Setiap pemimpin diminta pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya”
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dialah Allah yang menjadikan untukmu segala yang ada di bumi secara keseluruhan (jami’an)”. (Al-Baqarah:29)
Lafadz كل dan حامع tersebut di atas, keduanya mencakup seluruh satuan yang tidak terbatas jumlahnya.[4]
b.    Kata jamak yang disertai alif dan lam di awalnya. Seperti:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ
“Para ibu (hendaklah) meenyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi  orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya”. (Al-Baqarah:233)
Kata al-walidat dalam ayat tersebut bersifat umum yang mencakup setiap yang bernama atau disebut ibu.
c.    Kata benda tunggal yang di ma’rifatkan dengan alif-lam.
Contoh:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Al_baqarah: 275).
Lafadz al-bai’ (jual beli) dan al-riba adalah kata benda yang di ma’rifatkan dengan alif lam. Oleh karena itu, keduanya adalah lafadz ‘am yang mencakup semua satuan-satuan yang dapat dimasukkan kedalamnya.[5]
d.  Lafadz Asma’ al-Mawshul. Seperti ma, al-ladhina, al-lazi dan sebagainya. Salah satu contoh adalah firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang (al-ladzina) memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sebeenarnya mereka itu menelan api sepenuh perut dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala”. (An-Nisa:10)
e.  Lafadz Asma’ al-Syart (isim-isim isyarat, kata benda untuk mensyaratkan), seperti kata ma, man dan sebagainya. Misalnya:
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا
“dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah”.(An-Nisa’:92)
f.    Isim nakiroh dalam susunan kalimat nafi (negatif), seperti kata لَا جُنَاحَ dalam ayat berikut:
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya”. (Al-Mumtahanah:10).[6]
3.    Pembagian Lafadz ‘Aam
1.        Umum Syumuliy, yaitu semua lafadz yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku bagi seluruh pribadi, seperti:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri”. (Terjemahanal-Qur’an SuratAnnisa’ ayat 1).
Dalam ayat ini seluruh manusia di tuntut untuk bertaqwa (memelihara diri dari ‘azhab Allah) tanpa kecuali.
2.      Umum Badaliy, yaitu suatu lafadz yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku untuk sebagian pribadi, seperti:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Terjemahan al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183).
Dalam ayat ini terdapat kalimat umum tetapi umum di sini tidak dipergunakan untuk seluruh manusia, melainkan hanya orang-orang yang percaya kepada Allah (beriman) saja.[7]
1.        Khas
Lafadz yang menunjukkan kepada sesuatu satuan tertentu artinya lafadz itu hanya diperuntukkan bagi yang tertentu apakah sesorang tertentu seperti Ali, Mahmud atau suatu macam/jenis seperti rajulun (seorang laki-laki), imraatun (seorang wanita) atau bilangan tertentu seperti lima, seratus, seribu dan sebagainya. Lafadz-lafadz khash itu adakalanya diperuntukkan bagi benda konkrit (nyata) seperti Ali, Muhammad, rajulun dan sebagainya atau abstrak seperti ilmu, kebodohan, pikiran dan sebagainya.
Lafadz khas itu bisa pula terdiri dari afrad/satuan-satuan yang lain seperti rajulun yang dalam kenyataan ada beberapa orang laki-laki yang lain atau hanya satu satuan saja seperti matahari dan bulan. Adakalannya pula terdiri dari nama-nama bilangan seperti:
اَلزَّانِيَةُوَالزّانِيْفَاجْلِدُوْكُلَّوَاحِدٍمِّنْهُمَامِائَةَجَلْدَةٍ
Artinya: Wanita penzina dan laki-laki penzina maka deralah masing-masing mereka 100 kali. (Q.S. 24:2).[8]
Lafadz 100 kali adalah khas menunjukkan 100 kali dera tidak boleh lebih atau kurang.
Khushus adalah keadaan lafadz yang mencakup sebagian makna yang pantas baginya dan tidak untuk semuanya. Dengan demikian dapat dibedakan antara khas dan khushush, meskipun dalam pengertian Bahasa Indonesia sering disamakan. Pengertian khas adalah apa yang sebenarnya dikehendaki adalah sebagian yang dikandung oleh lafadz. Sedangkan pengertian khushush adalah apa yang dikhususkan menurut ketentuan Bahasa, bukan berdasarkan kemauan.[9]
2.        Hukum Khas
Bila ada suatu lafadz khas dalam nash syariy maka makna yang khas yang ditunjuk oleh lafadz itu adalah khath’iy (  قطعيّ) bukan dhanny (  ظنيّ), selama tidak ada dalil-dalil lain yang mengalihkannya kepada tidak qath’iy, contohnyanya:
وَالْمُطَلَّقَتُ يَتَرَبَّصْنَبِاَنْفُسِهِنَّثَلَثَةَقُرُوْءٍ
Artinya: Dan wanita-wanita yang dithalaq suaminya itu hendaklah menunggu idah mereka selama tiga quru’ (haid atau suci). (Q.S. 2:228).
Lafadz tsalatsah ( ثلاثة ) di situ adalah khas dan maknanya qathiy. Jadi wanita yang ditalak oleh suaminya harus beriddah selama tiga quru’ penuh. Ini artinya lafadz quru’ itu harus ditafsirkan dengan arti haid. Bila ditafsirkan dengan makna suci sedang thalaq yang disyariatkan dalam keadaan suci maka iddah wanita itu menjadi lebih panjang, artinya lebih dari tiga quru’ bila keadaan suci pada waktu thalaq dijatuhkan tidak diperhitungkan sebagai waktu iddah dan kurang dari tiga suci bila diperhitungkan.[10]
3.        Bentuk-bentuk Lafadz Khas
a.                   Lafadz khas berbentuk mutlak, yaitu lafadz khas yang tidak ditentukan dengan sesuatu. Maksudnya, jika di dalam nash itu ditemukan lafadz khas, maka lafadz itu harus diartikan sesuai dengan arti yang haqiqi, selama tidak ada dalil yang memalingkan arti haqiqi ke arti lain. Contoh dalam surat Annur ayat 4:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.
b.                  Lafadz khas berbentuk muqoyyad, yaitu lafadz yang ditentukan dengan sesuatu. Contoh dalam surat An-nisa’ ayat 92:
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
Artinya: Barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah hendaknya ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman.
c.                   Lafadz khas berbentuk Amr, yaitu jika lafadz khas berbentuk amr atau berbentuk kata yang mengandung arti amr atau khabar, maka hukumnya adalah wajib. Contoh dalam surat An-nisa ayat 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.
d.             Lafadz khas berbentuk larangan, contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 221:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.[11]




STUDI KASUS
Pada sekitar satu minggu yang lalu telah tejadi kasus penipuan berantai yang dilakukan 2 oknum aparat abal-abal yang membuat 5 sekolah di kabupaten Tulungagung menjadi korbannya. Kasus ini sudah dilakukan pelaku sejak 2 bulan yang lalu dan aksi pemerasan ini dilakukan di MTsN 1 Tulungagung, SMKN 1 Sumbergempol, MTsN Aryojeding, SMKN 3 Boyolangu, dan yang terakhir di MAN 2 Tulungagung hingga terkumpul uang lebih dari Rp120 juta. Dari hasil penyelidikan polisi, diketahui pelaku mengaku datang ke sekolah-sekolah tersebut untuk mengaudit keuangan sumbangan. Pelaku menggunakan pemerasan kepada pihak sekolah, dengan motivasi ingin menguntungkan dirinya sendiri.
Dari contoh kasus tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwasanya nafsu manusia saat ini hanya mementingkan keuntungan semata entah apapun caranya dan usahanya tanpa memikirkan resiko dan orang lain yang menjadi korban dari perbuatannya tersebut. Kita sebagai umat islam harus senantiasa membentengi diri kita dari nafsu-nafsu ataupun perbuatan tercela tesebut. Allah swt berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”. (QS Hud : 113). Dalam kasus ini berkaitan dengan lafadz khas berbentuk nahi yang berisi tentang larangan-larangan untuk melakukan perbuatan atau sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam islam. Penguasaan dan pemahaman lafadz khas nahi ini sangat dibutuhkan umat islam karena kita jangan Cuma sekedar membaca lafadz/ayat”nya saja, tetapi kita juga harus memahami apa isi dan maksud lafadz tersebut. Sehingga kita dapat menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela tersebut karena  kita sudah mengetahui isi dan makna dari lafadz tersebut. Dan menurut saya solusi dari kasus tersebut kita harus selalu berhati-hati kepada oknum-oknum ataupun organisasi-organisasi yang belum jelas kebenarannya dan juga kita harus memperkuat iman kita dengan cara mendekatkan diri kepada Allah swt agar kita tidak mudah terpengaruh dan tidak mudah percaya kepada orang-orang yang belum kita tau kejelasannya.
           



KESIMPULAN
            Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji islam adalah Ilmu Ushul Fiqih, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yag dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang bersifat amaliyah yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci. Salah satu dari kaidah ushul fiqih adalah lafadz ‘Aam dan lafadz Khas. ‘Amm (umum) ialah suatu lafadz yang dipergunakan untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu dengan mengucapkan sekali ucapan saja. Setiap lafadz (kata) mengandung dua lingkup pembahasan, yaitu (1) lafadz itu sendiri, yang tersusun dari huruf-huruf, dan (2) makna atau arti yang terkandung dalam lafadz itu.  Jumhur ulama berpendapat bahwa ‘am itu pada hakikatnya berada dalam lingkup lafadz, karena ia menunjukkan pengertian-pengertian yang terkandung didalamnya. Sedangkan Khas (khusus) adalah lafadz yang dibuat untuk menunjukkan satu satuan tertentu berupa orang, seperti Muhammad atau satu jenis, seperti laki-laki atau beberapa satuan yang bermacam-macam dan terbatas, seperti tiga belas, serratus, kaum, golongan, jama’ah, kelompok dan lafadz lain yang menunjukkan jumlah satuan dan tidak menunjukkan cakupan kepada seluruh satuannya.
DAFTAR PUSTAKA

Adhlan, Ahmad, Ushul Fiqih, Jakarta,2010
Bakry, Nazar, Fiqh &Ushul Fiqh, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003
Bakry, Sidi Nazar, Fiqh dan ushul fiqh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2003
Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005
Mu’in. Asymuni dkk, Ushul Fiqih, Jakarta: Depag RI, 1986
Syarifudin, Amir, Ushul Fiqh jilid 2 Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu
Umam, Khairul dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqh II, Bandung: CV Pustaka Setia



[1] Nazar Bakry, Fiqh &Ushul Fiqh, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 198
[2] Amir Syarifudin, Ushul Fiqh jilid 2 (Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu), hlm. 48-49
[3] Khairul Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqh II, (Bandung : CV Pustaka Setia), hlm. 61
[7] Sidi Nazar Bakry, Fiqih dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.199
[8] Ahmad Adhlan, Ushul Fiqh, (Jakarta.2010), hlm. 86
[9] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), hlm. 281
[10] Mu’in. Asymuni dkk, Ushul Fiqih, (Jakarta: Depag RI, 1986), hlm. 6-7
[11] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm.242

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUTLAQ, MUQAYYAD, MANTUQ, MAFHUM

  Kelompok : 1 2 Nama               : DIAN ARSITA                           MOH.SAIFUL NIZAM                           LUTFIANA...