Jumat, 09 Juni 2017

Sunnah


 






Kelompok 5
       Nama     : Dewi Lutfiyah N.K.N (17402163429)
Endra Dwi Cahyono (17402163421)
Esti Dwi Mahanani (17402163445)
Kelas     : ES II J
Jurusan  : Ekonomi Syariah
Mata Kuliah : Usul Fiqh
Dosen    : Ahmad Yuzki Faridian Nawafi, S.Hum. M.Pd.
                                                   

 



Sunnah

                   PENDAHULUAN:
                  Latar Belakang
                 Sunnah merupakan sumber hukum utama bagi umat Islam setelah Al-Qur’an, sunnah juga berfungsi sebagai penjelas hukum serta ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an. Kelihatannya sulit dibayangkan apabila Al-qur’an dipahami dan didalami tanpa melalui sunnah/hadis. Karena memahami Al-Qur’an tanpa merujuk kepada hadis maka akan terjadi kesalahfahaman dalam memahami sesuatu. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan umat Islam terhadap sunnah/hadis sejalan dengan besarnya perhatian mereka terhadap Al-Qur’an.
                 Adapun rumusan masalahnya, adalah: 1) Apa yang dimaksud dengan Sunnah?. 2) Apa saja pembagian Sunnah?. 3) Bagaimana kehujjahan Sunnah?. 4) Apa hubungan Sunnah dengan Al-Qur’an?.
                 Adapun tujuan dari makalah ini adalah: 1) Untuk mengetahui definisi Sunnah. 2) Untuk mengetahui pembagian Sunnah. 3) Untuk mengetahui kehujjahan Sunnah. 4) Untuk mengetahui sunnah dengan Al-Qur’an.
PEMBAHASAN
A.  Definisi as-Sunnah
Sunnah yaitu segala sesuatu yang datang dari nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan maupun keketapan yang dapat dijadikan dasar penetapan hukum syara’. Dengan demikiran para ulama membagi menjadi beberapa bagian yaitu Sunnah Qauliyah (perkatan), Sunnah Fi’liyah (perbuatan), Sunnah Taqririyah (ketetapan).[1]

B.  Kehujjahan as-Sunnah
Sudah terjadi kesepakatan di kalangan kaum muslimin (kecuali yang tak perlu dihiraukan pendapatnya) bahwa sunnah Rasulullah yang di maksudkan sebagai undang-undang dan pedoman hidup umat yang harus diikuti asal saja sampainya kepada kita dengan sanad (sandaran) yang shahih, hingga memberikan keyakinan yang pasti (mutawatir), atau dugaan yang kuat (Ahad) bahwa memang benar datang dari Rasulullah, adalah menjadi hujjah bagi kaum muslimin dan sebagai sumber hukum bagi para mujtahid, untuk memetik hukum syara’.[2]
Memang pernah berkembang di kalangan segelintir orang yang meragukan tentang kehujjahan sunnah dengan argumentasi yang tidak benar , yaitu bahwa :
1.      Al-Qur’an sudah meliputi segala hal, sehingga tak perlu lagi pegangan lain. Allah telah menegaskan dengan firman-Nya :
قل فرطنا فى ا لكتاب من شئ  (الانعام :)38. . .
“Kami tak meninggalkan penjelasan sesuatu apapun dalam Al-Qur’an”
2.      Kebanyakan sunnah diperselisihkan ulama tentang keshahihannya, sehingga berpegang kepadanya akan membawa campur aduk (idhthirab) dalam perihal pembentukan hukum sehingga diperselisihkan tentang pengamalannya.
C.      Pembagian as-Sunnah
1.    Sunnah Qauliyah
Sunnah Qauliyah merupakan perkataan atau sabda Rasulullah SAW yang didalamnya menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum-hukum agama dan maksud kandungan AL-Qur’an. Sunnah Qauliyah sering juga dinamakan kabar atau berita yang diucapkan oleh Nabi berupa sabda-sabdanya dihadapan para sahabat.
Sunnah Qauliyah dapat dibedakan menjadi tiga bagian: [3]
a.    Sunnah Qauliyah jelas kebenarannya dari Allah melalui Rasul dan diriwayatkan secara mutawatir.
b.    Sunnah Qauliyah masih meragukan kebenarannya atau kesalahannya, karena tidak bisa membedakan antara mana yang kuat, benar atau salah, orang yang meriwayatkan masih diragukan kejujuran dan keadilannya.
c.    Sunnah Qauliyah menganggap tidak benar sama sekali, seperti tidak masuk akal, khabar yang menyalahi atau bertentangan dengan khabar mutawatir.
2.    Sunnah Fi’liyah
Sunnah Fi’liyah merupakan setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi berdasarkan tuntunan rabbani untuk ditiru dan diteladani yang kemudian dicontoh oleh para sahabat.
Sunnah Fi’liyah dibagi dalam 5 bentuk:[4]
a.    Nafsu yang terkendalikan oleh keinginan dan gerakan kemanusiaan, seperti gerakan anggota badan dan gerakan badan; sunnah Fi’liyah seperti ini menunjukan kepada mubah (boleh).
b.    Sesuatu yang tidak berhubungan dengan ibadat seperti berdiri, duduk dan lain-lain.
c.    Perangai yang membawa kepada syara’ menurut kebiasaan yang baik dan tertentu, seperti makan, minum, berpakaian dan tidur.
d.   Sesuatu yang tertentu kepada Nabi saja, seperti beristeri lebih dari empat orang.
e.    Untuk menjelaskan hukum-hukum yang mujmal (samar-samar) seperti menjelaskan perbuatan haji dan umrah; perbuatan-perbuatan sembahyang yang lima waktu (fardhu) dan sembahyang khusuf (gerhana).
3.    Sunnah Taqririyah
Diamnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak mengingkari atau melarang terhadap suatu perkara yang dilakukan oleh para sahabat baik berupa perkataan ataupun perbuatan sahabat, baik dilakukan dihadapan Rasulullah atau tidak , namun beritanya tersampaikan kepada beliau. . Jadi ketetapan Nabi atas perkataan sama dengan perkataanya dan atas perbuatan sama dengan perbuatanya, begitu juga perkataan dan perbuatan yang tidak dihadapan beliau, sedangkan dia mengetahui hal-hal tersebut, tetapi tidak dibantahnya, maka hukumnya sama dengan hukum perkataan atau perbuatan yang dihadapanya. Contoh Taqriri Nabi atas harta-harta yang ada di tangan orang musyrik yang diperoleh sebelum Islam dengan cara riba atau cara lain dan tidak disuruh Nabi mengembalikanya, tetapi dijadikan oleh Nabi terhadap mereka dengan tobat apa-apa yang telah dahulu.[5]
D.      Hubungan as-Sunnah dengan al-Qur’an
Ditinjau dari kehujjahanya dan rujikan didalam pembentukan hukum Islam, maka hubungan As Sunnah dengan Al-Qur’an itu sebagai urutan yang mengiringi atau sebagai urutan kedua sesudah Al-Qur’an. Yakni rujukan para Mujtahid dalam mengistimbatkan hukum pertama dengan memeriksai Al-Qur’an kemudian kalau tidak ada ayat yang relevan maka dicarilah dalam As Sunnah itu.
Ditinjau dari segi hukum yang ada, maka tidak lebih dari tiga masalah ini:[6]
a.       As Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an
b.      As Sunnah sebagai mewujudkan sesuatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an
c.       As Sunnah sebagai penjelas atau penafsir dari ketentuan hukum yang ada dalam Al-Qur’an

KESIMPULAN

            Banyaknya penyakit masyarakat yang ada disekitar kita seperti poligami, yang terjadi di daerah blitar. Dalam kasus ini menghadirkan seorang dokter yang berusia 72 yang bernama Soepriyo. Kasus dokter soepriyo ini adalah menikah dengan wanita asal Blitar berinisial DK dengan mengaku status duda. Namun, NA istri keduanya tidak terima, sehingga melaporkannya ke Polres Blitar. Perlu kita ketahui bahwa pada dasarnya aturan hukum di Indonesia mengikat jadi kita sebagai warga Negara Indonesia harus mematuhi dalam aturan tersebut. Seperti yang dicontohkan dalam pasal 4 (1-2) UU no. 1-1974; pasal 41 PP no. 9-1975). didalam Al-Qur’an sendiri juga diterangkan sebagaimana QS an-Nisa’ [4]: 3 dan QS an-Nisa’ [4]: 129), Indonesia sendiri juga sudah mengaturnya dalam Undang Undang yaitu pada 3(2) UU no. 1-1974. Islam sebagai dîn (agama, jalan hidup) yang sempurna telah memberikan sedemikian lengkap hukum-hukum untuk memecahkan problematika kehidupan umat manusia.












DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud. 2014. Hukum Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Abdulllah, Sulaiman. 1995. Sumber Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika.
Bakry, Nazar. 2003. Fiqh dan Usul Fiqh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mardani. 2010. Hukum Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syarifuddin, Amir. 1997.  Ushul Fiqh Jilid I. Ciputat : PT Logos Wacana Ilmu.






[1] Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014) hlm. 97
[2] Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995) hlm. 21-27
[3] Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 40-45. Lihat juga; Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid I, (Ciputat : PT Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 76-81.

[4] Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 40-45. Lihat juga; Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid I, (Ciputat : PT Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 76-81.
[5] Nazar Bakry., Fiqh dan Usul Fiqh.,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003) hlm. 40-45.
[6] Mardani, Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010) hlm. 35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUTLAQ, MUQAYYAD, MANTUQ, MAFHUM

  Kelompok : 1 2 Nama               : DIAN ARSITA                           MOH.SAIFUL NIZAM                           LUTFIANA...